Dosa dan Pahala

Rabu, 18 November 2009



Sekali peristiwa raja Yaman pergi berburu, dan Ibraha pun naik seekor kuda mengiringkan raja, menantikan perburuan ke luar padang. Maka dihalau oranglah akan segala binatang dari dalam hutan itu. Maka keluarlah seekor kijang, maka diusir oleh raja Yman akan kijang itudengan kudanya, dan Ibraha pu mengikuti dari belakang. Maka Ibraha pun memanah kijang itu. Dengan takdir Allah taala terkena kepada telinga raja Yaman, maka putuslah, dan habis tubuhnya berlumur dengan darah. Maka raja Yaman pun terlalu murka akan dia, lalu disuruhnya tangkap Ibraha itu hendak dipenggal lehernya.
Telah Ibraha sudah tertangkap, maka dibawa oranglah ke hadapan raja. Maka Ibraha pun sujud kepada kaki raja, sembahnya, “Ya Tuanku syah alam! Bahwa tiada sekali-kali hambamu berniat sahaja hendak memanah duli syah alam. Hanyalah kasad hambamu hendak memanah kijang juga; telah sudah gerang dikehendaki Allah taala atas hambamu. Jika dibunuh pun hambamu oleh syah alam, apakah daya? Melainkan harap hambamu karunia raja, padahal tiada hambamu sahaja. Jika diampuni raja akan hambamu, bahwa Allah taala yang membalas dia dan mengampuni dosa raja, seperti firmann-Nya yang maha mulia, Inna’Illaha Ia jadlija adjra’I mahsinina”, yakni: Bahwa sesungguhnya Allah taala tiada menyia-nyiakan orang yang berbuat kebajikan akan seorang hambanya.
Setelah didengar raja kata Ibraha demikian itu, maka raja pun berpikir seketika, “Sesungguhnya telah banyaklah dosaku kepada Allah taala! Berapa sudah segala hamba Allah mati dengan tiada sebenarnya dosanya! Baiklah kuampuni dosa Ibraha ini; lagi pun tiada disengajanya mamanah daku. Kalau-kalau dibalaskan Allah taal segala dosaku yang dahulu-dahulu itu, niscaya dibalaskan dibalaskan Allah pula kebajikan akan daku pada mengampuni dosanya; sudahlah dengan takdir Allah taaala atasku. Baiklah kuhalaukan dia ke negeri yang lain.
Setelah sudah baginda pikir emikianitu, maka titah raja, “Hai Ibraha, telah kuampunilahdosamu, tetapi nyahlah engkau daripada negeriku ini ke negeri yang lain, dari karena jika tersedar aku akan telingaku yang putus ini, niscaya ngeran juga hatiku akan dikau.”
Setelah Ibraha mendengar titah raja demikian itu, maka ia pun bermohonlah kepada raja, lalu nyahlah ia dari pada raja, maksudnya hendak ke negeri yang lain. Maka raja Yaman pun kembalilah ke istananya.
Maka raja Rinji pun beroleh khabar, bahwa akan ananya Ibraha itu ada di negeri Yaman, maka disuruh raja seorang menetri ke negeri Yaman, pura-pura berniaga, serta membawa surat akan anaknya dengan kirimannya. Maka menteri itu pun pergilah ia.
Setelah sampai ke negeri Yaman dengan takdir Allah taala maka bertemulah ia dengan Ibraha. Maka diunjuknyalah surat serta kiriman daripada ayahnya itu. Setelah disambut surat dan kiriman itu lalu dibacanya. Setelah sudah maka ujarnya, “Hamba pun sahaja rindu akan ayahanda bunda. Marilah kita pulang.”
Hatta maka menteri pun berlayarlah membawa Ibraha kembali kepada ayha bundanya. Setelah sampai, maka Ibraha pun masuk menghadap ayahanda bunda kedua. Maka raja Rinji pun terlalu amat sukacita hatinya oleh bertemu dengan anaknya itu. Maka diserahkannyalah segala hukum memeriksa segala rakyat dalam negeri itu kepada Ibraha. Maka diperbuatnyalah suatu balai di tepi sungai, di sanalah ia dudukmemeriksa dakwa segala hamba dalam negeri itu.
Sebermula akan raja Yaman tersedarlah ia akan Ibraha, maka disuruhnya cahari tiadalah bertemu lagi dengan Ibraha.
Maka tith raja Yman, ”Kemanakah gerangan perginya dari negeri ini?”
Hatta sekali peristiwa raja Yman hendak pergi ke lautbermain-main dengan menteri hulubalang rakyat sekalian. Mka berangkatlah raja itu dan beberapa ratus erahu mengiringkan dia.
Takdir Allah taala lima hari lima malam ia di laut bermain-main dan berlomba-lomba, maka turunlah taufan yang amat besar. Mka segala perahu itu pun cerai-berai pecah-belah tiada berketahuan. Maka perahu raja Yaman pun karamlah. Maka raja Yaman pun berpegang pada sekeping papan, dan segala menteri hulubalangnya pu habis mati. Dengan takdir Allah taala tujuh hari tujuh malam raja Yaman dalam laut itu, tiada makan dan minum, dengan lapar dahaganya. Mka terdamparlah ia ke tepi, maka tidurlah ia pada tepi pantai itu.
Maka telayan pun pergi mencari ikan pada tempat itu, lalu bertemu dengan raja Yaman. Maka sangatlah kasihan telayan itu akan dia, lalu diberinya makan dan minum air, maka baharulah segar rasa tubuh raja Yaman sedikit, dapat berkata-kata.
Maka kata raja Yaman, “Hai mamak telayan! Negeri mankah ini?” Maka sahut telayan itu, “Bukanya negeri Yman, inilah negeri raja Rinji.” Maka raja Yman pun berjalanlah perlahan-lahan dengan letih lesunya. Mka daripada waktu asyar datang kepada waktu magrib ditolongi Allah taala, maka sampailah ia ke negeri, lalu masukberjalan-jalan di pasar. Tiadalah ia terjalan lagi, lalu masuk ke bawah kedai seorang biaperi, maka tidurlah ia di sana.
Hatta maka datang seorang penculik naik ke rumah biaperi itu dan diambilnya segala hartanya. Mka darah biaperi pun jatuh ke tanah kena pada raja Yman, dan raja Yman pun tiada khabarkan dirinya daripada sangat letih tubuhnya.
Setelah itu waktu pun fajarlah, maka huru-haralah orang dalam pasar itu mengatakan penyamun, biaperi pun sudah mati dibunuhnya. Maka datanglah orang biaperi itu, maka dilihatnya seorang-orang fakir tidur di bawah rumah biaperi itu. Maka ditangkap oranglah akan fakir itu, lalu dibawanya kepada raja Rinji. Maka kata orang banyak, “Ya Tuanku, fakir inilah yang membunuh biaperi itu, lalu ia tidur di bawah kedainya.”
Maka titah raja Rinji, “Hai fakir, engkaulah yang membunuh biaperi itu?”
Maka sembah fakir, “Ya Tuanku Syah Alam hambamuseorang fakir rusak karam dalam laut,maka jatuh ke negeri ini, lalu hambamu naik berjalan-jalan di pasar, tiadalah hamba larat berjalan. Maka lalu hambamu masuk tidur di bawah kedai orang itu, tiada hambamu membunuh yang empunya kedai itu, dan tiada hamba ketahui akan dia berbunuh-bunuh itu, dan darahnya pun habis kena pada tubuh hamba.”
Maka kata segala menteri, “Ya Tuanku, ialah membunuh biaperi itu, karena tandaya darah berlumur pada tubuhnya.”
Maka pikir raja Rinji, “Ya ini sorang Darwisy. Seperkara lagi, jika ia membunuh, betapa pula ia tidur di bawah kedainya. Jika tiada kuperiksa tiada benar aku pada segala manusia. Baiklah kusuruh penjarakan dahulu.”
Maka titah raja Rinji, “Bawalah ia ini ke dalam penjara supaa kita periksai.” Mka dibawa oranglah raja Yaman masuk ke dalam penjara.
Maka pada suatu hari, raja Ibraha, anak raja Rinji, pergi ke balai di tepi sungai, melihat segala menteri memeriksa orang dalam penjara itu. Maka dikeluarkan oranglah raja Yman dari dalam penjara akan diperisai. Maka raja Yman pun berdiri di tanah.
Hatta maka datang seekor dindang hinggap pada taburan balai raja itu. Maka diambil raja Yman suatu batu yang tajam, dalam hatinya, “Jika kenalah dindang ini kulutar,niscaya segeralah aku dilepaskan orang dari dalam penjara.”
Hatta maka dilutarnyalah akan dindang itu, dengan kuasa Allah taala serta takdirnya, tersalah daripada dindang itu, maka terkenalah telinga raja Ibraha, itu pun putuslah darahnya berlumur-lumur pada egala tubuhnya.
Hatta terkejutlah segala orang banyak. Mka kata segala menteri, “Haruslah ita bunuh orang ini, nyatalah ia orang jahat, telinga orang raja diputuskannya.”
Maka sahut raja Yaman, “Bahwa sekali-kali tiada hamba melutar anak raja itu. Bahwa yang hendak hamba lutar dindang juga. Apakah daya hamba? Sudahlah gerang dituntut ajal hamba. Dapatkah hamba salahi lagi? Tetapi sekali-kali tiada hamba berniat hendak khianat akan amak raja itu.”
Setelah itu maka dibawa oranglah raja Yaman kepada raja Rinji, dan dipersembahkan orang, “Bahwa telinga paduka anakanda sudahputus ole Darwisy itu.” Maka raja Rinji punkeluar dengan murkanya lalu bertitah , “Hai Darwisy, apa sebabnya kau putuskan telinga anakku itu? Bahwa kasihan hatiku membunuh dikau dikatakak orang membuuh biaperi itu, sekarang kulihat pula akan daku karena memutuskan telinga anakku.”
Maka sembah raja Yaman, “Tuanku Syah Alam, tiada sekalikali hamabmu sahaja hendak memutuskan telinga paduka anak hamba itu. Apatah daya hambamu, sudahlah dengan takdir Alat taala atas hambanya. Jika raja hendak membunuh hamba pun, apakah daya hamba? Tetapi teraniayalah hamba, melainkan pohonkan hukum atas hambmu sepeti hukum Allah taala, yang merumpungkan telinga orang itu, dirumpungkan juga balasnya.”
Maka titah raja Rinji, “Jika demikian bawalah ia ini, rumpungkan telingannya itu.” Hatta hendak dirumpung oranglah telinga raja Yaman. Setelah dilihat orang telinganya sudah rumpung, maka kata orang itu, “Sesungguhnya ia ini orang jahat, maka telinganya ini sudah dirumpung orang.”
Hatta maka disembahkan mereka itu kepada raja, “Ya Tuanku syah Alam, nyatalah ini orang jahat, akan telinganya ini pun sengaja sudh dirumpung orang, baiklah kita bunuh sekalian akandia.”
Maka titah raja Rinji, “Bawa kemari! Kita hendak periksa awalnaya.”
Maka dibawa oranglah akan raja Yaman itu ke hadapan raja. Maka titah raja Rinji, “Hai orang celaka! Apa awalnya, maka telingamau dirumpung orang?”
Maka sembah raja Yaman, “Ya Tuanku, demikian awalnya. Akan hamba inianak raja Ymana, maka ada seorang khadim hamba bernama Ibraha, terlau sekali kasih hamaba akan dia, tiadalah dapat bercerai dengan dia. Maka ada pada suatu hari hamba pergi berburu, maka hamba megusir kijang, dan Ibraha pun mengikuti dari belakang hamba dengan seekor kuda.
Maka dinahnya kijang itu, tersalah daripada kijang, maka terkena pada telinga hamba: daripada kasih hamba akan dia, dan banyaklah dosku membunuh orang, pada sekali ini baiklah kuampuni akan dia. Maka hamba halaukan akan dia ke luar negeri. Kemudian maka hamba suruh cahari akan Ibraha itu, tiadalah bertemu lagi. Maka hamba pun pergi bermain ke laut. Dengan takdir Allah taala turun taufan hingga rusak perahu hamab; maka berjawat sekeping papan, dan beberapa ratus rakyat hamba bercerai-berai tiada berketahuan. Telah itu, maka terdampar hamba ke tepi laut, lalu naik hamba berjalan-jalan di pasar. Maka daripada sangat letih rasa tubuh hamba, tiada larat berjalan, maka lalu hamba tidur di bawah kedai biaperi. Inilah awal hamba. Sekarang tiada tiadalah hamba sembunyikan kepada raja barang kelakuan hamba itu. Dan paduka anakanda itu pun tiada sehaja melutar dia, hamab hendak melutar dindang jua, dalam hati hamba. Apatah daya hamba, sudah dikehendaki Allah taala atasa hamba.”
Setelah didengar raja Rinji kata raja Yaman itu, maka ia pun turun dariatas takhta kerajaanya, lalu menguarai ikat raja Ymana, lau dipermulianay seperti adat raja-raja dan dipersalinnya daripada pakian yang indah-indah. Maka menghadaplah ia kepada raja Yaman, dan Ibraha pun datang.
Maka kata Rinji, “Inilah Ibraha anak hamba.”
Maka Ibraha pun menyembah kaki raja Yaman. Maka titah raja Yaman, “Engkaulah Ibraha?” Maka sembah Ibraha, “Hmabamulah. Ibraha yang bersama-sama dengan tuaknu pada masa itu.”
Telah didengar raja Yaman akan kata Ibraha demikian itu, maka dipeluk diciumnya oleh raja Yaman akan raja Ibraha, seraya katanya, “Inilah perbuatan kita kedua telah sudahlah dibebaskan Allah taaal. Engkau tiada menyahaja memutuskan telingaku, dan aku pun tiada menyahaja memutuskan telingamu. Sekaliannya itu perbuatan Allah taal jua, berbuat dia bagi barang siapa yng dikehendakinya.”
Telah itu, maka raja Rinji pun memberi tempat akan raja Yaman sebuah rumah bertapa adat rumah raja-raja dengan hamba sahayanya lima enam puluh orang dan raja Rinji pun sediakala menghadap raja Yaman dan Ibraha pun sebagai pergi menghadap raja Yaman.
Maka titah raja, “Hai anakku, baik juga tuan sembahkan akan ayahanda, minya dikirimi surat denga sebuah perahu ke negeriku, memberi tahu kepada segala orang yang dalam Yaman mengatakan kita ada di sini.”
Maka kata raja Ibraha pun pergi menghadap ayahandanya, raja Rinji berpersembahkan seperti maksud raja Yaman itu. Setelah raja Rinji mendengar kata anakanda raja Ibraha demikian itu, maka ia pun bertitah, “Sebenarnyalah kata Tuan itu.” Lalu baginda menyuruh sebuah perahu kepada segagal menteri dalam negeri Yman.
Setelah samapai mereka itu, maka surat daripada raja Rinji itu pun diberikan oleh utusan kepada menteri dalam Yaman. Maka disambut oleh mereka itu, lalu dibacanya. Setelah didengar oleh mereka itu bunyi surat itu demikian, maka mereka itu pun pergilah dengan beratus-ratus perahu ke negeri Rinji akan menyambut rajanya.
Setelah sampai segala menteri itu, lalu naik menghadap rajanya. Maka raja Yman terlalu amat sukacita dan berjabat tangan dengan segala menteri dan hulubalangnya.
Hatta beberapa hari antaranya segala menteri hulubalang dinegeri Yaman berjamu-jamuan dengan sukacitanya, maka raja Yaman pun bermohonlah kepada raja Rinji hendak pulang ke negerinya. Maka dipersembahkan raja Rinji emas dan pakaian dan juadah akan raja Yaman. Maka raja Yaman pun berjabat tangan dengan raja Rinji dan memeluk mencium raja Ibraha lalu berjalan turun ke perahunya, maka raja Yaman pun berlayar, diiringkan segala menteri hulubalangnya. Berapa lamanya dalam laut maka sampailah raja Yman ke negerinya, lalu masuk ke dalam istananya dengan sukacitanya. Maka sentosalah negeri Yaman. Sediakala berkasih-kasiahan dan bersuruh-suruhan antara raja Yman dan raja Rinji, tiadalah berkeputusan.
Demikian hikayat orang yang diampuni dosa seorang denga sebenarnya, dan mengikut hukum kitab Allah taala. Bahwa Allah taal jua Tuhan, yang membalas dengan segera balas itu dalam dunia dan dalam akhirat.

(Hikayat Kalilah dan Damimah)


Diangkat Kambali Jadi Raja




Alkisah, maka tersebutlah perkataan baginda tatkala ia membuangkan dirinya itu. Berapa lamanya ia berjalan itu, maka baginda pun sampailah kepada sebuah negeri yang amat besar kerajaannya. Maka baginda pun duduklah di luar kota negeri itu. Syahdan, maka adalah raja di dalam negeri itu telah kembalilah kerahmatullah. Maka ia pun tiada beranak, seorang jua pun tiada. Maka segala menteri dan hulubalang dan orang-orang besar dan orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya berhimpunlah dengan musyawarat mupakat sekaliannya akan membicarakan, siapa juga yang patut dijadikan raja, manggantikan raja yang telah kembali kerahmatullah itu. Maka di dalam antara menteri yang banyak itu ada seorang menteri yang tua daripada menteri yang banyak itu. Maka ia pun berkata, katanya. ”Adapun hamba ini tua daripada tuan hamba sekalian. Jikalau ada gerangan bicara, mengapa segala saudaraku ini tiada hendak berkata?” Maka segala menteri dan hulubalang itu pun tersenyum seraya berkata, ”Jika sungguh tuan hamba bersaudarakan hamba sekalian ini, dengan tulus dan ikhlas, hendaklah tuan hamba katakan, jika apa sekalipun.” Setelah itu maka menteri tua itu pun berkatalah, katanya, ”Bahwasanya hamba ini ada mendengar, tatkala hamba lagi kecil dulu, perkataan marhum yang tua itu; maka sabdanya, marhum itu, ”Adapun akan negeriku ini, jikalau tiada lagi rajanya, maka hendaklah dilepaskan gajah kesaktian itu, barang siapa yang berkenan kepadanya, ia itulah rajakan olehmu, supaya sentosa di dalam negeri ini.” Setelah didengar oleh sekalian menteri dan hulubalang itu akan kata menteri itu, maka sekalinya pun berkenanlah di dalam hatinya kata itu.
Hatta, maka pada ketika yang baik, maka gajah kesaktian itu pun dikeluarkan oranglah dengan alatnya. Setelah sudah, maka segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekalian pun segeralah mengiringkan gajah itu dengan alat kerajaan, daripada payung ubur-ubur dan hamparan daripada suf salakat ainalbanat di atas gajah itu. Setelah itu maka seketika itu juga sampailah ia kepada tempat baginda dua suami istri itu.
Kalakian, maka baginda pun terkejut seraya menetapkan dirinya. Maka gajah itu pun segeralah datang, menundukkan kepalanya, seolah-olah orang sujud rupanya kepada baginda itu. Maka segala menteri dan hulubalang dan rakyat itu pun bertelut menjunjung duli seraya berdatang sembah, ”Ya tuanku syah alam, patik sekalian memohonkan ampun beribu-ribu ampun ke bawah duli syah alam yang mahamulia. Adapun patik sekalian ini telah menyerahkan diri patik, dan negeri ini pun patik serahkan ke bawah syah alam.”
Setelah baginda mendengar demikian sembah sekalian mereka itu, maka baginda pun terlalualah sukacitanya seraya titahnya, ”Hai sekalian tuan-tuan, apa mulanya maka demikian halnya, tuan-tuan ini?”
Maka sembah segala menteri dan hulubalang itu, ”Ya tuanku syah alam, adapun negeri patik ini telah tiadalah rajannya, telah sudah kembali kerahmatullah taala. ”Maka dipersembahkannyalah daripada permulaannya datang kepada kesudahannya itu.
Syahdan, maka baginda pun terlalulah sukacita hatinya mendengar sembah menteri dan hulubalang itu. Maka seketika lagi baginda pun menceritakan hal-ihwalnya pergi membuangkan dirinya itu. Segeralah segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekaliannya mendengar cerita baginda itu, maka mereka itu pun terlalulah sukacita hatinya, maka katanya, ”Raja besar juga rupanya duli baginda ini.” Setelah sudah maka sembah segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekalian itu, ”Baiklah segera tuanku naik ke atas gajah ini, supaya patik sekalian mangirimkan tuanku ke dalam negeri.”
Arkian, maka baginda dua suami istri itu pun naiklah ke atas gajah itu, maka perdana menteri pun mengembangkan panyung kerajaan. Setelah sudah maka segala hulubalang pun mengerahkan segala rakyat memalu segala bunyi-bunyian, gegap gempita bunyinya, terlalu ramainya. Maka baginda dua suami istri itu pun diarak oranglah lalu masuk ke dalam negeri, diiringkan oleh segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dena, kecil dan besar, tua dan muda sekaliannya.
Apabila sampailah ke istana, maka sekalianya itu pun habislah menjunjung duli baginda. Arkian, maka baginda pun terlalu adilnya dan murahnya serta dengan tegur sapanya akan segala rakyat, jikalau miskin kaya sekalipun, sama juga kepadanya. Maka negeri itu pun sentosalah. Demikianlah adanya.
(Hikayat Bachtiar)

Hikayat Burung Cendrawasih




Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah, burung ini lebih terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘.
Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapathingga sekarang. Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di IRIAN JAYA (Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati. Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana ‘tuahnya’. Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.


Hikayat Burung Cendrawasih




Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah, burung ini lebih terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘.
Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapathingga sekarang. Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di IRIAN JAYA (Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati. Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana ‘tuahnya’. Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.


HIKAYAT BACHTIAR

Senin, 16 November 2009


DIANGKAT KEMBALI JADI RAJA
  
Seorang raja kalah perang dan melarikan dirinya

dengan permaisuri.

Alkisah, maka tersebutlah perkataan baginda tatkala ia membuangkan dirinya itu. Berapa lamanya ia berjalan itu, maka baginda pun sampailah kepada sebuah negeri yang amat besar kerajaannya. Maka baginda pun duduklah di luar kota negeri itu. Syahdan, maka adalah raja di dalam negeri itu telah kembalilah ke rahmatullah. Maka ia pun tiada beranak, seorang jua pun tiada. Maka segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya berhimpunlah dengan musyawarat mupakat sekaliannya akan membicarakan, siapa juga yang patut dijadikan raja, menggantikan raja yang telah kembali ke rahmatullah itu. Maka di dalam antara menteri yang banyak itu ada seorang menteri yang tua daripada menteri yang banyak itu. Maka ia pun berkata, katanya "Adapun hamba ini tua daripada tuan hamba sekalian. Jikalau ada gerangan bicara, mengapa segala saudaraku ini tiada hendak berkata?" Maka segala menteri dan hulubalang itu pun tersenyum seraya katanya, "Jika sungguh tuan hamba bersaudarakan hamba sekalian ini, dengan tulus dan ikhlas, hendaklah tuan hamba katakan, jika apa sekalipun." Setelah itu maka menteri tua itu pun berkatalah, katanya, "Bahwasanya hamba ini ada mendengar, tatkala hamba lagi kecil dahulu, perkataan marhum yang tua itu; maka sabdanya, marhum itu, "Adapun akan negeriku ini, jikalau tiada lagi rajanya, maka hendaklah dilepaskan gajah kesaktian itu, barang siapa yang berkenan kepadanya, ia itulah rajakan olehmu, supaya sentosa di dalam negeri ini." Setelah didengar oleh sekalian menteri dan hulubalang itu akan kata menteri itu, maka sekaliannya pun berkenanlah di dalam hatinya kata itu.






Hatta, maka pada ketika yang baik, maka gajah kesaktian itu pun dikeluarkan oranglah dengan alatnya. Setelah sudah, maka segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekalian pun segeralah mengiringkan gajah itu dengan alat kerajaan, daripada payung ubur-ubur dan hamparan daripada suf sakalat ainalbanat di atas gajah itu. Setelah itu maka seketika itu juga sampailah ia kepada tempat baginda dua suami istri itu.

Kalakian, maka baginda pun terkejut seraya menetapkan dirinya. Maka gajah itu pun segeralah datang, menundukkan kepalanya, seolah-olah orang sujud rupanya kepada baginda itu. Maka segala menteri dan hulubalang dan rakyat itu pun bertelut menjunjung duli seraya berdatang sembah, "Ya tuanku syah alam, patik sekalian memohonkan ampun beribu-ribu ampun ke bawah duli syah alam yang mahamulia. Adapun patik sekalian ini telah menyerahkan diri patik, dan negeri ini pun patik serahkan ke bawah syah alam."

Setelah baginda mendengar demikian sembah sekalian mereka itu, maka baginda pun terlalulah sukacitanya seraya titahnya, "Hai sekalian tuan-tuan, apa mulanya maka demikian halnya, tuan-tuan ini?"

Maka sembah segala menteri dan hulubalang itu, "Ya tuanku syah alam, adapun negeri patik ini telah tiadalah rajanya, telah sudah kembali ke rahmatullah taala." Maka dipersembahkannyalah daripada permulaannya datang kepada kesudahannya itu.

Syahdan, maka baginda pun terlalulah sukacita hatinya mendengar sembah sekalian menteri dan hulubalang itu. Maka seketika lagi baginda pun menceritakan hal-ihwalnya pergi membuangkan dirinya itu. Setelah segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekaliannya mendengar cerita baginda itu, maka mereka itu pun terlalulah sukacita hatinya, maka katanya, "Raja besar juga rupanya duli baginda ini." Setelah sudah maka sembah segala menteri dan hulubalang dan rakyat sekalian itu, "Baiklah segera tuanku naik ke atas gajah ini, supaya patik sekalian mengiringkan tuanku ke dalam negeri."






Arkian, maka baginda dua suami istri itu pun naiklah ke atas gajah itu, maka perdana menteri pun mengembangkan payung kerajaan. Setelah sudah maka segala hulubalang pun mengerahkan segala rakyat memalu segala bunyi-bunyian, gegap gempita bunyinya terlalu ramainya. Maka baginda dua suami istri itu pun diarak oranglah lalu masuk ke dalam negeri, diiringkan oleh segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dena, kecil dan besar, tua dan muda sekaliannya.






Apabila sampailah ke istana, maka sekaliannya itu pun habislah menjunjung duli baginda. Arkian, maka baginda pun terlalu adilnya dan murahnya serta dengan tegur sapanya akan segala rakyat, jikalau miskin kaya sekalipun, sama juga kepadanya. Maka negeri itu pun sentosalah.


























CATATAN:


Suf = sejenis kain dari bulu domba


‘ain-albanat = sejenis kain yang bagus


Kalakain = pada ketika itu


Arkian = akhirnya




Dan Muawiyah pun Menolak Beristri

 



       Tatkala Husain masih muda, ada malaikat yang kedua sayapnya tertunu, turun ke dunia. Husain menyapu bahu malaikat itu dengan tangannya. Dengan takdir Allah, sayap malaikat itu pun baik lalu ia kembali ke udara. Jibrail berkata bahwa malaikat itu tidak akan turun ke bumi melainkan pada waktu Husain dibunuh oleh segala munafik. Adapun semasa Hasan dan Husain masih kecil itu, Jibrail selalu turun ke dunia bermain-main dengan mereka. Sekali peristiwa, sehari sebelum hari raya, Jibrail membawa pakaian untuk Hasan dan Husain. Hasan memilih pakaian hijau dan diramalkan akan mati kena racun; Husain memilih pakaian merah dan diramalkan mati terbunuh di Padang Karbala. Muawiyah mendengar bahwa dari keturunannya akan lahir pembunuh cucu Muhammad dan bersumpah tidak mau beristeri. Pada suatu malam, ia pergi buang air dan beristinjak dengan batu. Zakarnya disengat oleh kala. Ia tidak terderita sakitnya. Menurut tabib, sakitnya hanya akan hilang jika ia berkawin. Maka berkawinlah ia dengan seorang perempuan tua yang tidak boleh beranak lagi. Dengan takdir Allah, perempuan tua itu melahirkan seorang anak yang diberi nama Yazid.


Setelah Ali wafat, Muawiyah menjadi raja. Sekali peristiwa, Muawiyah mengirim seorang utusan pergi meminang Zainab, anak Jafar Taiyar untuk menjadi isteri anaknya, yaitu Yazid. Zaainab menolak pinangan Yazid, tetapi menerima pinangan Amir Hasan. Karena itu Yazid pun berdendam dalam hatinya, hendak membunuh Amir Hasan dan Amir Husain, bila ia naik kerajaan. Sekali peristiwa, Yazid ingin berkawin dengan isteri Abdullah Zubair yang sangat baik parasnya. Muawiyah berja menipu Abdullah Zubair menceraikan isterinya. Isteri Abdullah Zubair tiada mau menjadi isteri Yazid. Sebaiknya, isteri Abdullah Zubair itu berkawin dengan Amir Husain. Yazid makin berdendam dalam hatinya, “Jika aku kerajaan, yang Hasan dan Husain itu kubunuh juga, maka puas hatiku.”


Maka berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid. Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain. Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain. Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya. Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang tidak banyak itu.


Hatta berapa lamanya sampailah mereka ke suatu tempat. Unta dan kuda Husain merebahkan dirinya, tiada mau berjalan lagi. Mereka lalu mendirikan kemah di situ. Adapun segala kayu yang mereka tetak, berdarah balak. Baharulah mereka ketahui bahwa tempat itu ialah Padang Karbala, tempat kematian Husain yang diramalkan Nabi Muhammad dahulu. Hatta mereka pun kekurangan air, karena air sungai sudah ditebat oleh tentera Yazid. Air yang di dalam kendi kulit juga sudah terbuang, karena digorek tikus. Apa boleh buat. Terpaksalah mereka menahan dahaga yang sangat. Maka mulai peperangan itu. Pengikut Husain, satu demi satu syahid. Akhirnya anaknya sendiri, Kasim dan Ali Akbar, juga mati. Barulah ketika itu Husain teringat meminta bantuan kepada saudaranya, Muhammad Hanafiah, yang menjadi raja Buniara. Sesudah itu ia pun terjun ke dalam medan perang. Banyak musuh dibunuhnya. Sekali peristiwa, ia berjaya menghampiri sungai. Biarpun begitu, ia tidak meminum air itu, karena teringat kepada sahabat taulannya yang mati syahid disebabkan dahaga itu. Maka Husain pun lemahlah lalu gugur ke bumi. Betapa pun demikian, tiada seorang pun berani menghampirinya. Akhirnya Samir Laain yang susunya seperti susu anjing lagi hitam itulah yang maju ke depan dan memenggal leher Husain. Adapun Husain syahid itu pada sepuluh hari bulan Muharam, harinya pun hari Jumaat. Tatkala Husain syahid itu, arasy dan kursi gempar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya alam pun kelam kabut.


Setelah Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya.



Cerita Raja Klian Syah Serta Puteranya





Maka kata bayan itu, “Adalah seorang raja di negeri Istambul, terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Maka adalah nama raja itu Kilan Syah dan istrinya baginda itu, bemama tuan putri Nur Zainun anak raja di negeri Kastambar; ada dengan menterinya bemama Mangkubumi. Adapun akan raja itu ada berputra seorang laki-laki terlalu amat baik parasnya; maka dinamai oleh baginda akan anakanda itu raja Johan Rasyid. Maka raja Johan Rasyid itu pada lahirnya terlalu sangat bijaksana. Maka adalah umumya baharu empat belas tahun. Maka dengan takdir Allah sabhanahu wataala ayahanda baginda itu pun geringlah terlalu amat sangat. Maka segala wazir dengan segala orang besar-besar dan bentara dan penggawa di negeri itu pun, bertunggulah masing-masing kepada tempatnya serta dengan dukacitanya akan raja Kilan Syah gering itu.
Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu: seperti racunlah kepadanya.
Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya sebab bercintakan baginda itu.
Maka raja Kilan Syah pun bertitah, “Hai segala tuan-tuan! Ketahui olehmu bahwa aku hampirlah akan kembali dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Bahwa adalah amanatku pada kamu sekalian akan anakku Johan Rasyid itu, pertaruhankulah pada kamu sekalian pertama-tama aku serahkan kepada Allah subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kamu sekalianlah. Bagaimana kamu sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau mengasihi aku, demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan aku dengan dia; barang siapa melalui daripada amanatku ini, durhakalah ia kepada aku; dan jika barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui hukum Allah taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat.” Maka sembah mereka itu sekalian, “Ya tuanku syah alam, jangan apalah tuanku memberi titah demikian memberi belas rasa hati patik sekalian. Adakah pemah pafik sekalian melalui titah duli tuanku? Titah yang demikian itu pun patik junjunglah di atas batu kepala patik sekalian, dilanjutkan Allah subhanahu wataala umur syah alam.”
Setelah raja Kilan Syah mendengar sembah mereka itu sekalian, maka baginda pun menangis seraya menghadapkan muka baginda kepada anakanda baginda raja Johan Rasyid.
Maka titah raja, “Hai anakku Johan Rasyid! Baik-baiklah engkau peliharakan dirimu daripada apt naraka! Dan pebenar olehmu barang katamu dan hendaklah engkau adil dan murah. Jauhi olehmu daripada dusta dan lalim! Hendaklah buka tanganmu dan jauhi olehmu daripada kikir, karena benar itu perhiasan segala raja-raja yang berilmu. Jika engkau turut seperti wasiatku ini, tiadalah engkau menganiaya dirimu kepada kedua buah negeri“.
Setelah sudah raja Kilan Syah berwasiat, maka raja Kilan Syah pun kembali kerahmat Allah taala dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Maka segala mereka itu pun merataplah, riuh rendahlah bunyi segala isi istana, menderulah bunyinya seperti ribut topan.
Maka perdana menteri dan segala pegawai orang besar-besar itu pun semuanya habis berhimpun, hendak merajakan Johan Rasyid. Maka mayat raja Kilan Syah pun dikuburkan oranglah dengan sempumanya seperti adat segala raja-raja yang besar; demikianlah diperbuat orang akan baginda. Maka raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi akan mengerjakan jenazah ayahanda baginda itu. Maka setelah datanglah kepada setahun lamanya raja Johan Rasyid di atas takhta kerajaan, maka terlalulah ia lalim, tiada takut akan Allah subhanahu wataala dan tiada takut dan malu akan Nabi kita, dan wasiat ayahandanya pun dilupakannyalah; melainkan akan hawa nafsunya juga yang diikutinya, dan akan nyawa segala hamba Allah pun tiadalah terhisabkan lagi; pada sehari-hari makin bertambah-tambah juga lalimnya. Setelah diuhat oleh perdana menteri dan segala wazir dan segala orang yang bemama-nama akan raja Johan Rasyid demikian itu, maka ia pun terlalu heran dari karena sangat bersalahan daripada raja Kilan Syah, seperti langit dengan bumi jauhnya dengan perangai ayahanda itu. Maka perdana menteri dengan segala wazir dan segala orang besar-besar dan segala pegawai pun berhimpun pergi menghadap raja Johan Rasyid, lalu duduk menyembah.
Maka sembah perdana menteri dan segala mereka itu, “Ya tuanku Syah Alam! Maka adalah patik sekalian ini menghadap ke bawah duli tuanku, karena tuanku mengerjakan pekerjaan larangan Allah dan Rasul dan tiada mengikut wasiat paduka marhum sedang mangkat; bukankah baginda berpesan kepada duli tuanku melarangkan daripada kerja yang tiada berbetulan dengan hukum Allah “taala jangan duli tuanku kerjakan; dan lagi duli tuanku raja berasal, lagi berilmu turun-temurun daripada paduka ayahanda baginda raja yang adil; maka sampai kepada masa tuanku naik kerajaan, demikianlah jadinya, tiadalah tuanku menurut amanat paduka ayahanda itu.”
Setelah raja Johan Rasyid mendengar sembah perdana menteri dan segala pegawai-pegawai orang yang besar-besar itu, suatu pun tiada apa titah raja Johan Rasyid, lalu ia berbangkit ke istananya. Maka perdana menteri dengan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi, oleh karena sembah mereka itu tiada disahut oleh raja Johan Rasyid.
Setelah ia mendengar sembah segala mereka itu, makin bertambah-tambah pula lalimnya daripada ia belum mendengar Sembah perdana menteri itu. Maka segala isi negeri Istambul pun berundurlah dari negeri itu.
Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala orang besar- besar akan hal negeri itu, maka perdana menteri dan segala wazir pun terialu dukacita seraya dengan herannya melihat qadla Allah taala yang datang kepadanya itu. Maka perdana menteri pun memanggil segala wazir dan segala pegawai di dalam negeri itu berhimpun ,musyawarat. dengan perdana menteri itu mencari bicara akan raja Johan Rasyid, kalau-kalau mau, raja itu berbuat adil, supaya negeri jangan binasa. Setelah sudah musyawarat, maka oleh perdana menteri dan segala orang besar-besar dibawanya waliullah empat orang serta delapan orang ulama pergi kepada raja Johan Rayid. Maka pada ketika itu juga raja Johan Rasyid pun sedang dihadap oleh orang yang garib-garib segala hamba raja yang jahat-jahat itu dan fasik murtad celaka, segala orang itu pun dikasihi oleh raja. Maka baginda pun melihat waliullah dating dibawa olehnya perdana menteri dan segala pegawai baginda, maka segeralah ia berangkat masuk ke istana. Setelah dilihat oleh waliullah dan ulama itu tiada dengan adatnya, maka ulama dan waliullah pun tersenyum. Maka perdana menteri dan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi. Maka segala mereka itu pun masing-masing kembali ketempatnya dengan dukacitanya.
Maka beberapa hari perdana menteri dengan segala orang besar-besar hendak berdatang sembah kepada anak raja itu, tiada juga ia mau keluar; daripada sehari-hari makin bertambah lalimnya. Maka negeri itu pun diturunkan Allah subhanahu wataala kemarau sangat keras; kepada sebulan, sehari pun tiada hujan. Maka segala tanaman orang pun banyaklah mati. Maka segala dagang pun tiada masuk ke negeri itu, karena mendengar rajanya sangat lalimnya, dan segala makanan pun tiada dibawa masuk ke negeri itu, jadi mahalhh. Maka orang-orang di dalam negeri itu pun lapariah, banyak mati. Maka segala pegawai dan wazir pun berhimpunlah datang kepada perdana menteri bertanya dan bicarakan raja Johan Rasyid itu.
Maka kata segala mereka itu kepada perdana menteri, “Jikalau raja ini tiada kita bunuh, niscaya binasalah negeri ini, kita sekalian pun huru-haralah.”
Setelah dilihat oleh perdana menteri akan segala mereka itu gobar sangat, hendak membunuh raja itu, maka kata perdana menteri akan saudaranya.
“Pada bicara hamba, baiklah sabar dahulu, sementara kita bertanya hukum kepada kadi akan raja kita ini, maka hukum Allah suhanahu watala, di sanalah kita turut.”
Maka sahut segala mereka itu, “Benarlah seperti kata perdana menteri itu, tetapi kami sekalian hendaklah segera menyembah raja lain.”
Maka kata perdana menteri, “Jikalau demikian, marilah kita pergi kepada kadi, supaya saudara hamba jangan syak hati.”
Maka segala mereka itu pun pergilah mendapatkan kadi, Maka di dalam negeri itu pun setengah orang berhimpun membaca kitab daripada seorang mufti. Maka segala wazir yang besar-besar datang itu dengan alat senjatanya; maka kadi pun terkejut seraya menyerahkan dirinya kepada Allah taala; maka katanya, “Apa pekerjaan saudara hamba datang beramai-ramai ini? Karena apa?”
Maka perdana menteri pun naik duduk seraya menyembah serta memberi salam dan hormat. Maka disahuti kadi salamnya itu dan mufti itu pun memberi hormatnya dengan seribu kemuliaan.
Maka kata perdana menteri, “Adapun hamba datang kepada tuan hamba ini hendak bertanyakan hukum Allah taala akan segala raja-raja yang harus menjadi raja.”
Maka kata kadi kepada mufti, “Ya Malulana.Tuan hamba!”
Maka kata mufti, “Baiklah! Hai tuan-tuan sekalian, ketahuilah, bahwasanya kepada hukum Allah yang hams akan raja itu, berakal, tiada harus raja itu bebal; kedua balig, tiada harus kanak-kanak; ketiga berbudi, tiada harus raja itu khilaf akalnya; keempat raja itu sehat, tiada harus raja penyakit aib seperti sopak dan kusta; kelima, raja itu adil, tiada harus raja itu lalim, karena itu menjadi dlilullahu filalam imam sekalian manusia, karena segala raja itu membawa tertib sallallahualami wasallam, karena raja bayang Allah taala dan ganti Nabi, supaya boleh diturut segala manusia.
Setelah mereka itu mendengar kata mufti itu dengan beberapa hadis dan dalil, maka kata perdana menteri dengan segala wazir itu, “Ya Maulana, akan raja kita ini apa hukumnya? Karena ia terlalu sangat lalim akan segala manusia, sedikit pun tiada rahimnya akan segala isi negeri.”
Maka kata mufti itu, “Suruh ia bertobat daripada pekerjaannya itu; jikalau ia tiada mau tobat, kamu sekalian bunuh akan dia.”
Maka kadi dan perdana menteri dan segala pegawai dan segala wazir pun menyuruh bicara lengkap segala alat senjata. Maka segala rakyat pun hendak mengerjakan seperti kata mufti itu.
Maka segala musyawarat itu pun terdengarlah kepada baginda raja Johan Rasyid hendak dibunuh akan dia; hendak disuruh tobat itu, tiada dipakainya. Maka ia pun segeralah lari dengan seekor kuda, seorang pun tiada sertanya. Maka mereka sekalian pun datanglah hendak menyuruh raja Johan Rasyid itu tobat. Maka kata segala yang garib-garib itu, “Bahwa raja sudah lari dengan seekor kuda ke mana-mana perginya tiadalah kami ketahui.”
Setelah segala khalayak mendengar kata itu, maka kata segala wazir dan segala pegawai yang besar-besar kepada perdana menteri, “Akan sekarang ini, apa bicara tuan hamba? Negeri kita ini tiada beraja, tiada harus pada hukum Allah taala.”
Maka kata mufti, “Baiklah Kadi, ini kita jadikan raja sementara mencari yang lain, supaya tetap negeri.”
Maka mereka itu pun kabuUah akan kata mufti itu. Maka kadi pun ditabalkan oranglah dengan sepertinya.
Setelah kadi itu jadi raja, maka ia pun terialulah adil, kepada barang yang dikerjakannya dengan hukum Allah taala juga, sekali-kali tiada bersalahan seperti dahulu itu dengan sekarang ini. Maka isi negeri itu pun kembalilah seperti adat sediakala.
Sebermula, maka tersebutlah perkataan raja Johan Rasyid lari itu. Setelah datanglah kepada empat puluh hari perjalanan, maka ia pun bertemulah dengan Bedawi delapan orang. Maka dirampaslah oleh Bedawi itu akan raja Johan Rasyid, habis diambilnya kudanya dan senjatanya dan pakaiannya sekaliannya dirampas. Maka Bedawi yang delapan orang itu pun berjalanlah kepada tempat lain, menjadi kayalah sebab ia beroleh pusaka pakaian kerajaan dengan selengkapnya itu.
Setelah Bedawi itu sudah berjalan, maka raja Johan Rasyid pun tinggallah dengan lapar dahaganya yang amat sangat serta dukacitanya. Maka ia pun baharulah sadarkan dirinya diqadlakan Allah taala akan dia, dibalasnya perbuat lalim itu. Maka raja pun terlalulah menyesal mengerjakan segala pekerjaan yang telah lalu itu, seraya bertobat kepada Allah subhanahu wataala dengan sempumanya. Maka raja Johan Rasyid pun menjadikan dirinya seorang fakir minta sedekah, segenap negeri orang ia pergi, serta mengerjakan iman dan taat menjauhkan kufur dan maksiat. Maka terlalulah amat sangat keras pertapaannya itu.
Maka kadi pun sampailah turun-temurun menjadi raja di negeri Istambul datang kepada anak cucunya. Demikianlah hikayat raja Kilan Syah berpesan kepada anaknya.